Membongkar Kecurangan Asuransi TKI


Selama ini kecurangan asuransi TKI, terutama terhadap TKI yang mengalami masalah saat bekerja di luar negeri, tidak banyak yang diungkap dan dipermasalahkan. Kasus ini seakan dianggap hal yang lumrah saja dan tidak perlu dipermasalahkan. Padahal, kasus kecurangan itu secara sistematis telah banyak memakan korban TKI yang mengalami masalah serius, misalnya yang mengalami kecelakaan kerja, meninggal dunia, penyiksaan, pemerkosaan, pelecehan seksual, PHK sepihak, majikan bermasalah, TKI yang gila, TKI yang hilang, TKI yang di bawah umur, TKI yang dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian kerja, dan upah mereka yang tidak dibayar oleh pihak majikan.

Modus kecurangannya sangat jelas kerena dilakukan secara terbuka dan dilegalkan oleh negara atas nama undang-undang dalam hal ini dilaksanakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Pemerintah melakukan pungutan sah pembayaran asuransi oleh perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) kepada calon TKI (CTKI) sebesar Rp350.000-Rp400.000 per TKI yang disetorkan kepada perusahaan konsorsium asuransi TKI.

Pada kenyataan konsorsium tersebut hanya mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya, dan sebaliknya mereka tidak mau bertanggung jawab terhadap nasib para TKI yang bermasalah, dengan alasan sederhana karena tidak dipenuhinya persyaratan untuk pengajuan klaim asuransi sebagaimana yang telah ditetapkan.

Persyaratan itu meliputi antara lain:
1. Waktu pengajuan selambat-lambatnya 30 hari sejak terjadinya kerugian;
2. Menyertakan dokumen surat keterangan dari KBRI/KJRI/Perwakilan RI di negara penempatan;
3. Menyertakan formulir laporan kerugian yang diisi lengkap oleh peserta asuransi/penerima manfaat; 4. Menyertakan kartu peserta asuransi.

Persyaratan seperti itu pada umumnya tidak dipahami oleh TKI dan keluarganya, karena masalah kondisi pendidikannya yang rata-rata hanya sampai tingkat SD, dan tidak punya akses informasi yang memadai untuk memahami persyaratan itu. Mereka juga tidak berdaya untuk mengurus sendiri persyaratan tersebut.Sepertinya terkesan mereka para TKI dan keluarganya itu telah dikondisikan untuk tidak mengurus dan menuntut hak asuransinya itu dengan berbagai siasat yang direncanakan. Yang sering ditemukan terjadi adalah tidak diberikannya dokumen yang dibutuhkan untuk persyaratan mengajukan klaim asuransi tersebut.

Dalam hal ini, kuat dugaan adanya kemungkinan persekongkolan yang terencana dari oknum PPTKIS/PJTKI dengan perusahaan konsorsium asuransi TKI, sehingga tidak heran jika yang terjadi adalah sebagian besar dari TKI dan keluarganya yang berhak atas asuransi itu hanya pasrah saja.Akibatnya sangat banyak uang asuransi yang semestinya menjadi hak mereka itu hangus dan menumpuk hanya untuk mengisi pundi-pundi perusahaan konsorsium asuransi TKI.

Sebagaimana pernah disinyalir dan dipermasalahkan oleh para pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), bahwa selama 2008 saja, jumlah klaim asuransi yang belum dibayarkan oleh konsorsium asuransi TKI itu mencapai perkiraan angka Rp20 miliar. Dengan angka sebesar Rp20 miliar itu diperkirakan bahwa perusahaan konsorsium asuransi TKI telah menahan klaim asuransi sebanyak 2.000 orang TKI bermasalah tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum. Dengan temuan itu, BNP2TKI berencana untuk membawa kasus ini ke Mabes Polri.

Penyimpangan asuransi

Pada prinsipnya kewajiban PPTKIS dalam Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri terkait dengan program asuransi adalah merupakan suatu upaya positif yang harus dilihat sebagai upaya untuk melindungi TKI yang mengalami masalah di luar negeri. Namun, prinsip baik tersebut ternyata tidak semulus apa yang dituangkan dalam undang-undang yang dalam implementasinya kemudian diserahkan dengan suatu peraturan menteri.

Sampai ke tingkat peraturan menteri ini, maka diaturlah berbagai hal mengenai persyaratan tertentu bagi perusahaan konsorsium asuransi TKI, dilengkapi dengan penerbitan surat keputusan menteri yang langsung berhubungan dengan perizinan operasional bagi perusahaan konsorsium asuransi TKI yang diputuskan memenuhi syarat tersebut. Tentu saja, secara aturan sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-23/MEN/ V/2006 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia tidak ada hal yang menggambarkan bahwa penyimpangan terhadap prinsip dasar undang-undang itu secara sengaja dikehendaki.

Namun, dalam kenyataannya yang berkaitan dengan perusahaan asuransi tertentu, konsorsium justru dengan leluasanya melakukan penyimpangan terhadap prinsip dasar UU yang sedianya dimaksudkan untuk melindungi TKI yang mengalami masalah di luar negeri dengan program asuransi yang bertanggung jawab.
Jadi, masalahnya terletak pada, pertama; adanya praktik kecurangan perusahaan asuransi itu dengan tidak membayarkan asuransinya kepada TKI dan keluarganya yang berhak untuk menerima itu.
Kedua, adanya kebablasan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pemberian izin operasional yang tidak disertai kontrol dan pembinaan yang ketat, serta penindakan hukum yang cepat dan tegas sebagai pertanggungjawaban pemerintah kepada publik.

Sistem asuransi TKI yang berorientasi pada perlindungan TKI dan keluarganya memang harus dilakukan secara bertanggung jawab dalam arti yang sepenuhnya oleh perusahaan konsorsium asuransi TKI.
Dengan demikian, keberadaan perusahaan konsorsium asuransi TKI dan program asuransi-nya itu benar-benar dirasakan manfaatnya dan sangat dibutuhkan oleh TKI dan keluarganya.Dalam upaya mewujudkan ke arah itu, maka bagi perusahaan konsorsium asuransi TKI diperlukan suatu perubahan paradigma.Yang sebelumnya hanya berorientasi mencari dan mengedepankan keuntungan yang sebesar-besarnya yang didapat dari TKI, berubah menjadi paradigma memberikan perlindungan asuransi yang optimal kepada TKI dan keluarganya, khususnya bagi TKI yang mengalami masalah di luar negeri.

Perubahan paradigma itu menjadi sangat bermakna bagi tanggung jawab kemanusiaan dan solidaritas sosial perusahaan konsorsium asuransi TKI, karena bagaimanapun selama ini peran para nasabah TKI yang jumlahnya sangat besar itu telah banyak memberikan keuntungan. Tidak saja keuntungan materiel, tetapi juga imateriel yang akan terus meningkatkan pencitraan perusahaannya pada masa mendatang. Semoga.( A-212 )

Sumber :
Membongkar kecurangan asuransi TKI. Ada penyimpangan prinsip dasar UU perlindungan TKI
BY DANIRI – POSTED ON 29 MAY 2009
POSTED IN: BERITA HANGAT
Bisnis Indonesia, Jumat, 29 Mei 2009
Oleh Fathullah
Peneliti dan anggota Dewan Direktur Cides
READ MORE - Membongkar Kecurangan Asuransi TKI

Pelaku Kejahatan Asuransi Rp 4 Milliar Tertangkap

"Pelaku Kejahatan Asuransi Rp 4 Milyar Tertangkap, 2 pelaku masih buron"

indosiar.com,Jawa Tengah - Aparat Polda Jawa Tengah mengungkap kejahatan asuransi yang merugikan perusahaan asuransi PT Allianz Indonesia senilai 4 miliar rupiah. Kejahatan pembobolan dana asuransi ini dilakukan sebuah komplotan dengan melibatkan nasabah dan orang dalam yang berstatus agen perusahaan asuransi besar itu. Modusnya pencairan klaim korban kecelakaan yang sebetulnya fiktif.

Kejahatan Asuransi ini melibatkan sejumlah orang. Diantaranya, nasabah pemegang polis asuransi, pihak agen Asuransi Allianz, serta pelaku pembuatan dokumen palsu. Dari empat orang yang telah dijadikan sebagai tersangka, baru dua orang yang tertangkap, sementara dua lainnya masih buron.

Dua pelaku yang ditahan itu masing-masing BS, seorang agen asuransi, serta WN, pembuat dokumen kecelakaan lalu lintas. Sementara dua tersangka lain, masing-masing HR si nasabah palsu dan SAR yang merekayasa dokumen kematian, belum tertangkap.

Komplotan ini mengajukan klaim kejadian kecelakaan, yang menewaskan nasabah. Padahal kejadian kecelakaan tersebut, sebenarnya tidak ada. Untuk mendukung syarat administrasi pengajuan klaim, mereka memalsukan surat keterangan kecelakaan dari pihak kepolisian serta surat kematian dari aparat pemerintahan.

Dalam aksi kejahatan yang mengelabui perusahaan asuransi besar itu, BS memperoleh bagian satu miliar rupiah, dari klaim asuransi yang cair sebesar 4 miliar rupiah. Uang tersebut, telah dipergunakan tersangka untuk membeli dua unit rumah di Bekasi, Jawa Barat.

Kasus ini masih terus didalami jajaran Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah. Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah. Pihak kepolisian sudah mengantongi identitas tersangka lain, yang ikut berperan dalam kejahatan pembobolan peruasahaan asuransi ini.

Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan asuransi tidak dapat dilakukan sendiri, akan tetapi akan melibatkan banyak pihak yang memanfaatkan celah- celah kelemahan sistem Asuransi.( A-212 )
READ MORE - Pelaku Kejahatan Asuransi Rp 4 Milliar Tertangkap

Kejahatan Asuransi Tenaga Kerja Indonesia

Segera ungkap dugaan Kejahatan Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diperkirakan bernilai hingga milyaran rupiah.

Untuk penuntasan kasus ini juga akan melibatkan balai pelayanan penempatan dan perlindungan TKI (BP3TKI) dan pos pelayanan penempatan dan perlindungan TKI (P4TKI) di daerah-daerah memonitor pelaporan pembayaran klaim asuransi. Polri juga mendukung upaya ini bahkan tidak menutup kemungkinan KPK juga diikutsertakan.

"Kejahatan pemungutan ini menimpa jutaan TKI",Setiap TKI dipungut Rp 50 ribu pada saat sebelum penempatan. Kemudian TKI juga akan dipungut lagi sekitar Rp 300 ribu pada masa penempatan dan bahkan harus membayar hingga Rp 50 juta pada masa setelah penempatan.

Jadi bisa dibayangkan berapa banyak rupiah yang didapat jika tiap TKI dipungut seperti itu, sementara ada sekitar enam juta orang TKI. Dapat dipastikan nyaris tidak ada klaim asuransi pada pra-penempatan, kalaupun ada sangat kecil atau nol koma nol sekian persen. Begitu pula pada masa dan purna penempatan.

Informasi Kejahatan Asuransi Tenaga Kerja Indonesia dihimpun dari berbagai sumber.( A-212 )
READ MORE - Kejahatan Asuransi Tenaga Kerja Indonesia

Penanggulangan Kecurangan Klaim Asuransi

Penanggulangan kecurangan klaim asuransi harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan semua unsur terlibat tidak hanya sebagian saja yang mempunyai upaya dan concern terhadap hal tersebut.

Perlu diingat, kejahatan asuransi telah membebani industri asuransi dengan biaya yang sangat tinggi dan juga sangat merugikan nasabah-nasabah asuransi yang "jujur".

Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah yang real yang komprehensif dilakukan oleh para pelaku industri asuransi yang akan terkena dampak langsung dan regulator.

A. Regulator

Salah satu cara membatasi ruang gerak pelaku "insurance fraud" adalah membuat daftar hitam (black list) namun harus ada payung hukum terkait dengan hal ini, sehingga tidak ada lagi kegamangan pelaku asuransi untuk ikut serta di dalam memerangi kecurangan klaim.

Tanpa adanya payung hukum akan sulit diharapkan partisipasi aktif dari pelaku industri karena mereka mungkin khawatir digugat oleh "nasabah" yang namanya masuk di dalam "black list". Karena dengan masuknya ke dalam list tersebut maka yang bersangkutan (individu ataupun perusahaan) tidak dapat lagi membeli polis asuransi.

Saat ini perusahaan asuransi menanggulangi kecurangan asuransi secara individu, sporadis dan tidak terencana. Akibatnya para pelaku kecurangan asuransi tetap bebas mengulangi perbuatannya dengan berpindah dari satu perusahaan asuransi ke perusahaan asuransi lain.

B. Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi sebagai pelaku utama harus memainkan peran aktif dalam proses penanggulangan penanggulangan kecurangan klaim. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi untuk meminimalisir kerugian dari kecurangan klaim antara lain sebagai berikut :

Berhati-hati di dalam proses assessment (akseptasi) nasabah baru. Sebaiknya dapatkan informasi yang mendalam terkait dengan nasabah tersebut terutama "claim history". Dari claim history akan tampak pola terkait "moral hazard" atau "physical hazards".

Diupayakan melakukan survey dengan kriteria tertentu, misalkan dengan nilai pertanggungan min 500 juta untuk jenis asuransi tertentu dan obyek pertanggungan tertentu harus dilakukan survey. Survey sangat bermanfaat bagi "underwriters" untuk mememutuskan menerima dan menolak penutupan.

Pada saat terjadi klaim dilakukan upaya-upaya tuntas dan hati-hati terutama sudah muncul kecurigaan awal akan adanya kecurangan klaim.

Membuat forum komunikasi atau apapun bentuknya yang merupakan pertemuan rutin dalam periode tertentu dengan tujuan untuk urun rembuk perusahaan asuransi terkait dengan kecurangan klaim dan nasabah-nasabah "nakal".( A-212 )
READ MORE - Penanggulangan Kecurangan Klaim Asuransi

Indikasi Kecurangan Asuransi

Ada beberapa tingkah laku tertanggung yang mengindikasikan "insurance fraud", baik sebelum atau setelah terjadinya peristiwa kerugian klaim.

Indikasi Kecurangan Klaim Asuransi tersebut antara lain:

1. Menuntut agar supaya klaim dibayarkan secepatnya.
2. Bersedia menerima penyelesaian klaim yang jauh di bawah nilai klaim sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan.
3. Complain yang terlalu prematur terkait dengan keterlambatannya proses adjustment kerugian.
4. Berperilaku sangat agresif, termasuk mudah sekali melontarkan kata-kata "tidak mempunyai niat baik" terhadap perusahaan asuransi.
5. Kesulitan untuk berhubungan dengan tertanggung baik melalui telp atau media komunikasi lainnya.
6. Tertanggung menangani "seluruh bisnisnya" sendiri, dalam artian dia tidak mendelegasikan kepada staf atau bawahannya walaupun dia memiliki orang-orang yang mempunyai kapabilitas melakukan hal tersebut.
7. Mempunyai "claim record" dengan pola yang sama.
8. Secara kebetulan pada saat terjadinya klaim Tertanggung dan anggota keluarganya tidak ada di tempat kejadian.


Tentunya terkait dengan Indikasi kecurangan klaim asuransi tersebut, harus dicari bukti-bukti yang kuat untuk mendukung dugaan tersebut. Tanpa bukti yang kuat, sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan tidak cukup alasan perusahaan asuransi untuk melakukan penolakan klaim. Karena pembuktianlah yang akan dipertanyakan, bilamana perkara tersebut harus berakhir di pengadilan.( A-212 )
READ MORE - Indikasi Kecurangan Asuransi

Terkait